Kewarganegaraan (UM140): Perbedaan revisi

Dari widuri
Lompat ke: navigasi, cari
[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
(PERTEMUAN 11)
(PERTEMUAN 11)
Baris 554: Baris 554:
 
<li style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify;text-indent: 0.0in">
 
<li style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify;text-indent: 0.0in">
  
<p style="line-height: 2">Islam dan Etos Pribadi</p></li><div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Doktrin islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah : 30). Oleh karenanya, manusia dituntut untuk memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara positif dan aktif (Q.S. Shad : 27),sehingga meninggalkan gelanggang peradaban dunia tidak dibenarkan dalam islam (Q.S. Al-Qashas : 77).</p></div><div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Sementara dalam dimensi yang lain, doktrin islam juga mengajarkan bahwa ummat islam adalah ummat yang terbaik (Q.S. Ali Imran : 110). Oleh karena itu, ummat islam harus memberikan keteladanan (uswah hasanah).</p></div><div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Dalam konteks globalisasi saat ini ,nilai-nilai islam tersebut harus ditransformasikan. Doktrin tentang khalifah di muka bumi hendaknya dijadikan sebagai landasan semangat untuk berfikir positif, mengembangkan karya-karya kreatif dan inovatif, bekerja keras dan professional , belajar dengan semangat yang tinggi, membangun semangat kewirausahaan (entrepreneurship) untuk penguatan ekonomi ummat islam ,melakukan perencanaan dan tata manajemen yang matang, dan sebagainya. Di samping itu, doktrin tentang keteladanan hendaknya juga ditransformasikan pada ummat islam untuk mengembangkan akhlaq yang terpuji (al-akhlaq al-karimah) sebagai keteladanan bagi seluruh ummat manusia.</p></div>
+
<p style="line-height: 2">Islam dan Etos Pribadi</p></li></ol>
 +
 
 +
<div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Doktrin islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah : 30). Oleh karenanya, manusia dituntut untuk memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara positif dan aktif (Q.S. Shad : 27),sehingga meninggalkan gelanggang peradaban dunia tidak dibenarkan dalam islam (Q.S. Al-Qashas : 77).</p></div>
 +
 
 +
<div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Sementara dalam dimensi yang lain, doktrin islam juga mengajarkan bahwa ummat islam adalah ummat yang terbaik (Q.S. Ali Imran : 110). Oleh karena itu, ummat islam harus memberikan keteladanan (uswah hasanah).</p></div>
 +
 
 +
<div style="font-size: 12pt;font-family: 'times new roman';text-align: justify"><p style="line-height: 2" >Dalam konteks globalisasi saat ini ,nilai-nilai islam tersebut harus ditransformasikan. Doktrin tentang khalifah di muka bumi hendaknya dijadikan sebagai landasan semangat untuk berfikir positif, mengembangkan karya-karya kreatif dan inovatif, bekerja keras dan professional , belajar dengan semangat yang tinggi, membangun semangat kewirausahaan (entrepreneurship) untuk penguatan ekonomi ummat islam ,melakukan perencanaan dan tata manajemen yang matang, dan sebagainya. Di samping itu, doktrin tentang keteladanan hendaknya juga ditransformasikan pada ummat islam untuk mengembangkan akhlaq yang terpuji (al-akhlaq al-karimah) sebagai keteladanan bagi seluruh ummat manusia.</p></div>
  
 
{{pagebreak}}
 
{{pagebreak}}

Revisi per 10 Agustus 2014 06.27

BAB I

PENDAHULUAN

Pengertian Bangsa :
Bangsa adalah orang – orang yang memiliki kesamaan asal, keturunan, adat, bahasa, dan sejarah. Serta memiliki pemerintahan sendiri, atau bisa diartikan sebagai kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi.
Pengertian Negara :
Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang sama – sama mendiami suatu wilayah tertentu, dan mengetahui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata – tertib. Serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.

Fungsi Negara :

  1. Menjaga ketertiban ( law and order ) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah berbagai bentrokan dan perselisihan dalam masyarakat. Dalam hal ini, Negara bertindak sebagai stabilistator.

  2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pada masa sekarang, fungsi ini dianggap penting terutama bagi negara – negara baru atau sedang berkembang.

  3. Mengusahakan pertahanan untuk menangkal kemungkinan serangan dari luar. Negara harus dilengkapi dengan alat – alat pertahanan yang kuat dan canggih.

  4. Menegakkan keadilan, yang dilaksanakan melalui badan – badan peradilan.


Unsur Negara :

  1. Rakyat yang bersatu

  2. Dareah atau wilayah

  3. Pemerintahan yang berdaulat

  4. Pengakuan dari negara lain

Hak warga negara :

  1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum

  2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

  3. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

  4. Setiap warga negara bebas untuk memilih dan memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing – masing yang dipercayai.

  5. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.


SILABUS

TUJUAN

Tujuan Mahasiswa/i mempelajari Kewargaanegaraan adalah unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.



BAB II

LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Kode  : UM140

Mata Kuliah  : Kewarganegaan

Beban Kredit  : SKS

Jenjang  : S1

Jurusan  : SI/TI/MI

Waktu Tatap Muka  :

Waktu Tugas Mandiri :

Metode Kuliah  : Tatap muka,Tugas,Presentasi

Alat  : RME, Multimedia Projector, Komputer dan Whiteboard

Evaluasi  : Kehadiran, Tugas, UTS, UAS

Dosen  : Albert Y Dien, S.H.,M.Hum

TIU  : Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis komputer, sistem kerja komputer, perangkat komputer, arus informasi menggunakan komputer, informasi dalam dunia maya perkembangan hardware dan software terkini, serta prospek pengembangan komputer di masa mendatang.

TIK  : Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis komputer, sistem kerja komputer, perangkat komputer, arus informasi menggunakan komputer, informasi dalam dunia maya perkembangan hardware dan software terkini, serta prospek pengembangan komputer di masa mendatang.



BAB III

PEMBAHASAN MATERI

MATERI KEWARGANEGARAAN

PERTEMUAN 1

CIVIC EDUCATION DAN CITA-CITA MENUJU MASYARAKAT MADANI

• Cita-cita mewujudkan masyarakat Madani memerlukan upaya yang serius dan sistematis

• Masyarakat Madani bukan hanya sistem, tetapi juga proses.

• Proses yang sistematis dalam mewujudkan Masyarakat Madani dan yang paling strategis adalah melalui pendidikan.

• Didalam Masyarakat Madani terdapat konsep masyarakat, hukum, demokrasi, kepemerintahan dan kenegaraan, keterbukaan, perubahan sosial dan kebudayaan.

• Salah satu cara yang paling strategis mentransformasikan konsep masyarakat madani agar aplikatif dalam dinamika kehidupan sosial ialah melalui civic education (Pendidikan kewarganegaraan)


URGENSI CIVIC EDUCATION DI INDONESIA

• Penanaman nilai-nilai kewargaan (civic values) melalui dunia pendidikan menemukan momentumnya dalam era “menuju demokrasi” dan cara yang paling strategis untuk mengalami demokrasi”' ialah melalui pendidikan kewargaan (civic education) yang didalamnya mengandung upaya sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai dan budaya demokrasi melalaui pendidikan.

• Urgensi dunia pendidikan dalam transisi sosial-politik “menuju demokrasi” itu juga semakin disadari dan dilakukan banyak pihak, terutama dalam mempersiapkan anak didiknya menghadapi fenomena perubahan sosial pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.

• Penyeragaman pendidikan secara nasional (untuk kepentingan politik kekuasaan) dimasa lalu menyebabkan dunia pendidikan menjadi mandul dan tidak antisipatif terhadap problem-problem lokal, disamping juga kurang antisipatif terhadap perubahan sosial dalam skala global yang mengedepankan isu-isu pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia.

• Dalam hal ini, dunia pendidikan dituntut perannya secara signifikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan civic culture di kalangan anak-anak muda yang tumbuh dan berkembang dalam dunia pendidikan.

• Dibanyak negara, civic education yang dikembangkan melalui lembaga pendidikan lebih banyak menggunakan integrative approach, dimana civic education tidak dimunculkan sebagai mata kuliah atau mata pelajaran yang berdiri sendiri (independent subject/course). Civic education tersebut terintegrasi dalam sejumlah mata kuliah atau mata pelajaran, terutama dalam disiplin humaniora dan ilmu-ilmu sosial.

• Jika dibandingkan dengan Indonesia, sesungguhnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia lebih progresif dalam pengembangan civic education.

• Pengembangan civic education dilakukan dengan menggunakan separated approach melalui mata pelajaran atau mata kuliah khusus, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), mata kuliah Dasar Umum (MKDU) Pancasila dan Kewiraan.

• Akan tetapi, terjadi kegagalan yang cukup serius dalam upaya sosilaisasi dan diseminasi demokrasi, apalagi dalam pembentukan cara berfikir (world-view) dan perilaku demokrasi di lingkungan peserta didik dan masyarakat sekolah/universitas pada umumnya.Kegagalan tersebut umumnya bersumber pada tiga hal, yaitu :

  1. Secara substantif, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), mata kuliah umum (MKDU) Pancasila dan Kewiraan tidak secara terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada pendidikan demokrasi dan kewargaan. Materi-materi yang ada umumnya cenderung bersifat idealistic, legalistic, dan normative, bahkan cenderung menggunakan perspektif militerisme

  2. Kalaupun yang ada pada dasarnya potensial bagi pendidikan demokrasi dan kewargaan, potensi tersebut tidak bisa berkembang karena pendekatan dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologis dan tidak partisipatif.

  3. Materi-materi perkuliahan tersebut lebih teoritis daripada praksis. Akibatnya, terdapat diskrepansi yang jelas di antara teori/wacana yang dibahas dengan realitas sosial-politik yang berlangsung.

KONSEP MASYARAKAT MADANI

• Istilah Masyarakat Madani (al-mujtama’ al-madani) selain menjadi isu penting dalam gerakan Islam di Indonesia, pada saat yang sama telah menjadi wacana akademik yang cukup menarik dikampus-kampus dalam beberapa tahun terakhir ini.

• Pada tingkat empirik, apakah konsep masyarakat madani sekedar merupakan reaksi tandingan untuk peneguhan identitas kolektif kaum muslimin dari kehadiran civil society dengan identitas dan latar belakang Barat yang menyertainya, atau lebih jauh lagi memang memiliki akar sosio-historis pada sejarah Islam masa Nabi Muhammad yang menjadi model utama dari masyarakat yang dicita-citakan Umat Islam ?Istilah Masyarakat Madani, menurut sementara sumber, diperkenalkan oleh Dr Anwar Ibrahim, mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia. Dalam pidato kebudayaannya pada forum Festifal Istiqlal 1995 di Jakarta, menyatakan “Justru Islamlah yang pertama kali memperkenalkan kepada kita dirantau ini kepada cita-cita keadilan sosial dan pembentukan masyarakat madani, yaitu civil society yang bersifat demokratis” (Hamiwanto & M.Ali Said, 2000:1)

• Nagueb Al-Attas, menunjuk konsep masyarakat madani berasal dari kosakata bahasa arab yaitu pertama “masyarakat kota” dan kedua berarti “masyarakat berperadaban”, sehingga masyarakat madani berarti sama dengan civil society, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban (Ibid : 2)

• Di Malaysia, istilah masyarakat madani merupakan terjemahan dari civil society, yang merujuk pada konsep klasik dari Cicero pada era Yunani Kuno, civilis societas, yaitu komunitas politik yang beradab, didalamnya termasuk masyarakat kota yang memiliki kode hokum tersendiri. Masyarakat madani merujuk pada kesejarahan masyarakat di Madinah pada zaman Nabi Muhammad, yang memiliki tamaddun (peradaban). Masyarakat madani ialah masyarakat yang mengacu pada nilai-nilai kebajikan yang umum yang disebut al-khair (Rahardjo : 1999:152)


AKTUALISASI MASYARAKAT MADANIKeberadaan suatu masyarakat manapun selain terikat oleh territorial dimana mereka hidup, secara sosiologis selalu membentuk diri untuk memiliki identitas kolektif yang mengikat bersama.

• Dalam pandangan Giddens (1990:32) masyarakat dapat dikatakan sebagai “ a social system of interrelationships which connects individuals together”. Masyarakat sebagai suatu sistem interaksi dari kesatuan hidup bersama senantiasa terstruktur (berpola) yang diikat oleh sistem pengetahuan kolektif yang menjadi pola bagi tingkah laku bersama dalam menghadapi lingkungan kehidupannya.

• Kebudayaan terdiri atas seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota masyarakat, bahkan lebih kongkret lagi berupa hal-hal fisik yang dibangun secara bersama yang dikenal sebagai wujud kebudayaan fisik yang memiliki makna-makna simbolik.


PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEWARGAAN

Baik konsep masyarakat madani maupun civil society memerlukan prasyarat mentalitas berupa dukungan nilai-nilai yang tumbuh dalam akal pikiran dan tindakan anggota masyarakat dalam wujud nilai-nilai kewargaan, selain dukungan struktur dalam sistem sosial dimana masyarakat itu berada.

Nilai-nilai kewargaan yang dimaksud ialah segala sesuatu yang dipandang berharga atas utama yang menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana cita-cita masyarakat madani atau civil society.


PERTEMUAN 2

NILAI-NILAI DEMOKRASI : SEBUAH TINJAUAN UMUM

• Transisi demokrasi yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir ini telah menunjukkan perubahan-perubahan berarti dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

• Dewasa ini, semakin banyak partai politik yang bermunculan baik sebelum pemilihan umum tahun 1999 maupun sesudahnya.

• Badan legislatif yang ada pada masa rezim Orde Baru relatif tunduk pada eksekutif, pada saat sekarang telah menunjukkan perubahan yang cukup berarti.

• Kritik terhadap pemerintah, baik tingkat pusat maupun daerah, juga semakin marak dan senantiasa memenuhi halaman-halaman surat kabar dan majalah.

• Bertambah pula, LSM-LSM baru yang memusatkan perhatian pada isu-isu tertentu yang terjadi sebagai akibat implementasi agenda pemereintahan.


APA YANG DIMAKSUD DENGAN NILAI-NILAI DEMOKRASI ?

• Nilai-nilai demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan demokrartis.

• Berdasarkan nilai atau kondisi inilah sebuah pemerintahan demokratis dapat ditegakkan.

• Nilai-nilai tersebut adalah kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi), menghormati orang/kelompok lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan dan kepercayaan.


KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT

• Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah sistem politik demokratis (Dahl, 1971).

• Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyampaikan pendapat senantiasa muncul dari setiap warga negara dalam era pemerintahan terbuka saat ini.

• Warga negara dapat menyampaikan kepada pejabat seperti lurah, camat, bupati, anggota DPRD/DPR, atau bahkan presiden baik melalui pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media massa, lewat penulisan buku atau melalui wakil-wakilnya di DPRD.


KEBEBASAN BERKELOMPOK

• Berkelompok dalam suatu oraganisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara (Dahl,1971).

• Kebebasan berkelompok ini diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain.

• Kebutuhan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari.


KEBEBASAN BERPARTISIPASI

• Kebebasan berpartisipasi ini sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok.

• Jenis partisipasi pertama adalah pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota DPR maupun pemilihan presiden (Patterson, et. al)

• Bentuk partisipasi kedua yang belum berkembang luas di negara demokrasi baru adalah apa yang sebagai melakukan kontak/hubungan dengan pejabat pemerintah (Patterson,et.al)

• Kontak langsung dengan pejabat pemerintah ini akan semakin dibutuhkan, karena kegiatan pemberian suara secara reguler (pemilihan anggota DPR/Presiden) dalam perkembangannya tidak akan memberikan kepuasan bagi masyarakat.


KESETARAAN ANTAR WARGA

• Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia.

• Kesetaraan di sini diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara.Kesetaraan memberi tempat bagi warga negara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah maupun agama.


KESETARAAN GENDER

• Kesetaraan gender adalah sebuah keniscayaan demokrasi, dimana kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di depan hokum, karena laki-laki dan perempuan memiliki kodrat yang sama sebagai makhluk sosial.

• Laki-laki maupun perempuan memiliki akses yang sama dalam politik, sosial,ekonomi dan sebagainya.

• Dalam demokrasi, kesetaraan gender harus diwujudkan. Proses kearah itu memang memerlukan proses panjang. Dalam proses politik di Indonesia, perkembangan ke arah kesetaraan gender dalam politik di era pasca-reformasi 1998 (awal perkembangan menuju demokrasi) sudah cukup progresif dengan diakomodasinya gagasan 30% kuota perempuan bagi calon anggota legislatif.


PERTEMUAN 3

NILAI-NILAI DEMOKRASI : SEBUAH TINJAUAN UMUM

KEDAULATAN RAKYAT

• Dalam negara demokrasi, rakyat memiliki kedaulatan. Dalam arti rakyat berdaulat dalam menentukan pemerintahan.

• Warga negara sebagai bagian dari rakyat memiliki kedaulatan dalam pemilihan yang berujung pada pembentukan pemerintahan. Pemerintah dengan sendirinya berasal dan bertanggung jawab kepada rakyat.

• Rasa ketergantungan pemerintah kepada rakyat inilah yang kemudian menghasilkan makna accountability. Politisi yang accountable adalah politisi yang menyadari bahwa dirinya berasal dari rakyat. Oleh karena itu, Ia wajib mengembalikan apa yang diperolehnya kepada rakyat.

• Politisi yang tidak accountable cenderung mengabaikan sama sekali warga negara yang telah memilihnya dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat.

• Kedaulatan rakyat hanya dapat ditegakkan bila para politisi menyadari asal-usul dirinya dan menunjukkan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.


RASA PERCAYA

• Rasa saling percaya antar kelompok masyarakat merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk.

• Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa saling percaya satu sama lain tidak tumbuh.

• Bila yang ada adalah ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran dan permusuhan maka hubungan antar kelompok masyarakat akan terganggu.

• Rasa percaya antar kelompok masyarakat merupakan minyak pelumas untuk melancarkan relasi-relasi sosial politik yang ada dalam masayarakat yang sering terhalang oleh rasa ketakutan, kecurigaan dan permusuhan yang berpotensi memandegkan proses demokrasi.


KERJASAMA

• Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam tubuh masyarakat. Akan tetapi, kerjasama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok bersedia untuk mengorbankan sebagian dari apa yang diperoleh dari kerjasama tersebut.

• Kerjasama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat antar individu atau antar kelompok. Tanpa perbedaan pendapat, demokrasi tidak mungkin berkembang. Perbedaan pendapat ini dapat mendorong setiap kelompok untuk bersaing satu sama lain dalam mencapai tujuan yang lebih baik.


PERTUMBUHAN EKONOMI

• Nilai-nilai demokrasi tersebut diatas merupakan wacana normatif yang memerlukan kondisi tertentu sebagai landasan pengembangannya.

• Tanpa kondisi ini nilai-nilai demokrasi tidak akan mudah berkembang. Salah satu kondisi yang diperlukan guna pengembangan nilai-nilai demokrasi adalah pertumbuhan ekonomi yang memdai.

• Salah seorang yang merintis tentang pentingnya factor pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi adalah Robert Dahl. Dalam Polyarchy, factor ekonomi dalam bentuk GNP per-kapita telah ditunjuk sebagai salah satu factor kondisional penentu demokrasi dalam ukuran dolar.

• Tahun 1971, Dahl mencatat bahwa negara dengan GNP per-kapita US $700 berpeluang bergerak menuju sistem politik demokrasi.


PLURALISME

• Masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok.

• Didalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan-rintangan sistemik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu.

NEGARA DAN MASYARAKAT

• Pola hubungan negara dan masyarakat merupakan kondisi lain yang menentukan kualitas pengembangan demokrasi (Diamond et.al).

• Di negara-negara yang terdapat suatu kepercayaan tentang negara kuat, maka hubungan negara dan masyarakat pada umumnya didominasi oleh negara.

• Wacana yang berkembang dalam tradisi negara kuat adalah rakyat harus tunduk dan patuh pada negara, tanpa harus memperdulikan bagaimana watak warga negara.

• Ketundukan dan kepatuhan rakyat terhadap negara ini kemudian dieksploitasi oleh para pemimpin negara untuk menciptakan tatanan politik yang berpusat pada negara melalui cara-cara represif.


PERTEMUAN 4

PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN DEMOKRATIS

• Pemerintahan yang bersih dan demokratis merupakan sebuah keniscayaan nilai-nilai demokrasi dan masyarakat madani pada level kekuasaan negara.

• Nilai-nilai masyarakat madani (civil society) tidak hanya dikembangkan dalam masyarakat (individu, keluarga dan komunitas), tetapi juga harus dikembangkan pada level negara (civic state) sehingga sistem kenegaraan yang dibangun menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam perwujudan masyarakat madani, termasuk sistem pemerintahan yang demokratis dan bersih.

PEMERINTAHAN YANG BERSIH

• Pemerintahan yang bersih dapat dijelaskan sebagai kondisi pemerintahan yang para pelaku terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).Korupsi adalah perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara yang tidak legal.

• Kolusi adalah bentuk kerjasama antara pejabat pemerintah dengan oknum lain secara illegal pula (melanggar hokum) untuk mendapatkan keuntungan material bagi mereka.

• Nepotisme adalah pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan atau penghasilan bagi orang lain.Sejak Indonesia memasuki era transisi menuju demokrasi di tahun 1999, citra negeri ini di dunia internasional terus terpuruk.

• Antara tahun 1999 hingga 2002, Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang sangat buruk di seluruh Asia.

• Agar pemerintahan bebas dari rongrongan KKN, maka para pejabat pemerintah dan politisi, baik di eksekutif, birokrasi, maupun badan legislatif, pusat maupun daerah hendaknya mengindahkan nilai-nilai moralitas.

• Adapun sikap-sikap moral tersebut adalah kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain, menjauhkan diri dari tindakan melanggar hukum, kesediaan berkorban demi kemuliaan lembaga dan masyarakat dan keberanian membawa pesan-pesan moral dalam kehidupan sehari-harinya sebagai pejabat dan politisi pemerintah.

SISTEM DEMOKRASI DALAM PEMERINTAHAN

1. Sistem Pemerintahan Parlementer

• Sistem pemerintahan parlementer tumbuh dalam tradisi politik Inggris yang kemudian menyebar ke berbagai pelosok dunia, seiring dengan perluasan kolonisasi Inggris di masa lalu.

• Prinsip utama dari sistem ini adalah fungsi kekuasaan eksekutif.

• Dalam sistem parlementer, antara fungsi eksekutif dan fungsi legislatif terdapat hubungan yang menyatu dan tak terpisahkan (fusi).

• Eksekutif adalah apa yang disebut dengan pemerintahan. Kepala eksekutif (head of government) dalam sistem parlementer adalah Perdana Menteri, sedangkan kepala negara (head of state) berada di tangan Ratu sebagai simbol kepemimpinan negara. Kepala negaralah yang mengangkat kepala pemerintahan yang merupakan ketua partai mayoritas di parlemen.

• Perdana Menteri dan para menteri adalah eksekutif dan dibantu oleh para birokrasi dibawahnya.

2. Sistem Presidensial

• Sistem presidensial menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat langsung dari rakyat.

• Amerika Serikat merupakan negara yang sering menjadi rujukan dalam sistem presidensial, karena Amerikalah negara pertama dan paling lama mempraktekan sistem presidensial di dunia.

• Dalam sistem presidensial, kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan) sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karena itu, presiden adalah kepala eksekutif (head of government), namun juga sekaligus kepala negara (head of state). Presiden adalah penguasa sekaligus symbol kepemimpinan negara.

• Prinsip pokok dalam sistem presidensial adalah pemisahan kekuasaan (the separation of power) antara kekuasaan eksekutif (presiden) dan kekuasaan legislatif (kongres).

• Pemisahan ini, selain dinyatakan secara eksplisit di dalam konstitusi, juga diperkuat dengan sistem pemilihan yang berbeda antara pemilihan presiden dan kongres.

3. Kekuasaan Eksekutif terbatas

• Persoalan mendasar baik bagi sistem parlementer maupun presidensial adalah sejauhmana masyarakat memberi batasan bagi kekuasaan eksekutif.

• Apapun sistem politik yang diterapkan, jika masyarakat masih mentolerasi adanya kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas, maka eksekutif akan cenderung melakukan sentralisasi kekuasaan.

• Proses sentralisasi kekuasaan yang tidak terbendung akan menghasilkan sebuah pemerintahan otoriter.

• Ketentuan konstitusional tentang kekuasaan eksekutif terbatas diperlukan untuk menutup kemungkinan pertumbuhan rezim otoritarianisme yang cendurung represif.

4. Pemberdayaan Badan Legislatif

• Pemberdayaan badan legislatif merupakan sebuah agenda penting lain dalam mengembangkan pemerintahan bersih dan demokratis.

• Dalam era demokrasi, badan legislatif dituntut untuk melakukan pemberdayaan dirinya selaku perwakilan rakyat demokratis.

• Pemberdayaan badan legislatif pada dasarnya merupakan salah satu pilar utama dari upaya membatasi kekuasaan eksekutif.

• Badan legislatif menduduki posisi sentral, karena anggota badan legislatif merupakan politisi yang mendapat mandat dari rakyat pemilih untuk mewakili kepentingan mereka.

• Dengan demikian, hanya badan legislatif yang secara sah dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemrintah.

SISTEM PEMILIHAN

1. Sistem Proporsional

• Sistem proporsional adalah sistem pemilihan yang membuka peluang bagi banyak partai politik untuk dapat duduk di dalam pemerintahan. Dalam sistem ini, setiap partai bersaing dengan partai lainnya untuk mendapatkan sebanyak mungkin suara pemilih dalam setiap daerah pemilihan.

2. Sistem Distrik

• Sistem pemilihan distrik adalah sistem pemilihan dimana setiap daerah pemilihan disebut dengan distrik. Dalam distrik hanya terdapat satu kursi untuk diperebutkan. Distrik adalah bagian dari sebuah negara bagian atau propinsi.

3. Sistem Multiple Distrik

• Jepang yang memiliki banyak partai menerapkan sistem distrik yang dimodifikasi, sehingga dikenal dengan sistem multiple distrik.

• Dalam sistem ini, setiap distrik terdiri lebih dari satu kursi yang diperebutkan, maka ada lebih dari satu partai yang dapat mendapatkan kursi di distrik yang bersangkutan.


PERTEMUAN 5

SISTEM KEPARTAIAN

  1. Sistem Dua-Partai

  2. Sistem Dua-Partai dikenal karena berkembang di negara demokrasi terkemuka, yakni Inggris dan Amerika.

    Pendukung sistem dua-partai biasanya berpendapat bahwa sistem ini memungkinkan satu partai untuk memfokuskan diri pada kebijakan partai bersangkutan.

    Sistem dua-partai memudahkan partai pemegang pemilu, karena begitu sebuah partai memenangkan pemilihan, maka dengan sendirinya program partai pemenang pemilu dapat diterapkan secara langsung sebagai program pemerintah.


  3. Sistem Multi Partai

  4. Dalam sistem multi partai, yang berkuasa lebih dari satu partai, bisa dua partai atau bisa pula lebih dari dua partai politik.

    Sistem multi partai sering dianggap sebagai sumber instabilitas politik karena kesulitan kabinet dalam menjalankan agenda pemerintahan yang terdiri dari banyak partai.

  5. Fragmentasi Partai

  6. Dalam jangka menengah (sekitar 10 tahun), pertumbuhan multi partai yang tidak terkendali akan menimbulkan permasalahan serius berupa fragmentasi sistem partai.

    Gejala inilah sesungguhnya yang membuahkan kritik atas sistem multi partai. Banyaknya partai politik, baik di legislatif maupun eksekutif, ternyata memang benar-benar menyulitkan pemrintahan demokrasi baru dalam menjalankan pemerintahan mereka.

  7. Budaya Koalisi

  8. Dengan adanya banyak partai, maka mustahil sebuah partai mampu membentuk pemerintahan. Jalan termudah bagi partai untuk berkuasa adalah dengan membentuk koalisi dengan partai lain.

  9. Budaya Oposisi

Persoalan lain lagi yang muncul dari sistem multi partai dalam tahap perkembangan adalah kesulitan membangun upaya oposisi.

Rezim otoriter pada umumnya mneolak konsep oposisi. Rezim yang berkuasa pada masa otoriter menindas keinginan oposisi untuk menggantikan pemerintahan.

PERANAN ORGANISASI NON-PARTAIOrganisasi non-partai adalah organisasi yang tidak menjadikan perebutan jabatan publik sebagai tujuan utama mereka.

Organisasi ini antara lain adalah Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM), perguruan tinggi, lembaga riset, organisasi kemasyarakatan (ormas), dan kelompok kepentingan lain.

Yang termasuk kedalam kelompok LSM misalnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Parliamentary Watch, Government Watch dan lain-lain.

Kelompok perguruan tinggi misalnya UI, ITB, UGM dan lain-lain.

Kelompok lembaga riset misalnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Center for Information and Development Studies (CIDES).

Kelompok Ormas misalnya Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis) dan lain-lain.

Organisasi non-partai inilah yang menjadi ujung tombak perjuangan membangun pemrintahan yang bersih dan demokratis dimasa depan.

MEDIA MASSA

Media massa sungguh merupakan salah satu pemain penting dalam proses transisi menuju demokrasi.

Tingkat kebebasan media massa yang cukup tinggi menciptakan masyarakat yang cepat menyadari apa yang sesungguhnya terjadi.

Sebagai sarana komunikasi timbal balik antara masyarakat dan pemerintah, media massa sangat diperlukan kedua pihak ketika saluran-saluran resmi di DPR seringkali tidak berfungsi dengan sempurna.

Politisi di DPR/DPRD seringkali tidak dapat secara maksimal memainkan peran mereka menyalurkan kepentingan masyarakat luas. Media massa dapat memainkan peran dalam merumuskan agenda publik yang tidak selalu menjadi perhatian para politisi.

ANTI KORUPSI

Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis, gagasan anti korupsi merupakan tema yang sangat penting untuk dikembangkan dalam era menuju demokrasi di Indonesia.

Istilah korupsi mewakili dan meliputi dua konsep lain yang berdampingan, yaitu kolusi dan nepotisme.

Dalam pengertian yang umum, korupsi adalah pengabaian atau penyisihan suatu standar yang seharusnya ditegakkan.

Korupsi di Indonesia telah menyatu dengan sistem kehidupan masyarakat. Penyimpangan ini meliputi wilayah-wilayah sebagai berikut :

  1. Wilayah penegakan hukum yang berupa keadilan yang diperdagangkan, rendahnya anggaran keadilan, campur tangan politik dan lemahnya yurisdiksi

  2. Wilayah bisnis, berupa campur tangan politik, manajemen yang buruk, dan kekebalan hukum pada perusahaan-perusahaan besar.

  3. Wilayah partai politik berupa sumbangan yang tidak terpantau, memeras uang dari pelaku bisnis, dan tidak adanya kebijakan apapun dari partai pada hal-hal yang berpeluang terjadi distorsi.

  4. Wilayah kepegawaian, meliputi patronase dan nepotisme, skala gaji yang kacau, kelebihan pegawai dan jual beli posisi.

  5. Wilayah lembaga legislatif, meliputi anggota DPR menerima suap, anggota DPR tidak punya kode etik, anggota DPR tidak mewakili pemilih, dan tidak adanya pengawasan bagi anggota DPR.

  6. Wilayah kelompok masyarakat sipil, berupa campur tangan politik, modalitas yayasan digunakan dengan curang, dan LSM plat merah atau LSM non-sipil.

  7. Wilayah pemerintahan daerah, berupa warisan korupsi dari pemerintah pusat, eksekutif menyuap legislatif, dan DPRD yang tidak dapat melakukan supervisi kepada eksekutif.

  8. Wilayah sikap dan perilaku meliputi kelemahan dalam pelaksanaan standar-standar etika, toleransi terhadap perilaku illegal, penerimaan akan adanya orang atau institusi kebal hukum, dan kelemahan dalam menjalankan kekuasaan.

  9. Wilayah lain yang juga menjadi lahan korupsi adalah manajemen SDM, manajemen pengeluaran publik, manajemen tata peraturan dan wilayah audit publik seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga audit lain.

KEPASTIAN HUKUM

Adanya sistem pemerintahan yang baik dan didukung oleh sistem partai serta rangkaian kegiatan dari LSM dan peliputan kegiatan dan prakarsa oleh media massa tak akan menghasilkan sebuah pemerintahan bersih dan demokratis bila tidak ada jaminan hukum yang tegas dan tidak memihak.

OTONOMI DAERAH

Konsep otonomi daerah (berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999) meliputi beberapa hal sebagai berikut (Syaukani, HR dkk, 2002)

  1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemrintahan dalam hubungan domestik kepada daerah. Kecuali kewenangan keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan serta beberapa kebijakan pemerintahan yang bersifat strategis-nasional, pada dasarnya semua bidang pemerintahan lainnya dapat didesentralisasikan.

  2. Penguatan peran DPRD dalam proses pemilihan dan penetapan kepala daerah. Karenanya, kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah mesti dipertegas. Demikian juga halnya dengan pemberdayaan fungsi-fungsi DPRD dalam hal legislasi, representasi dan penyalur aspirasi masyarakat mutlak dilakukan. Dengan demikian, DPRD bisa menjadi lembaga penyalur aspirasi rakyat yang benar-benar kredibel dan berkualitas (Sidik Jatmika, 2001)

  3. Pembangunan tradisi politik yang sejalan dengan kultur lokal demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas masyarakat yang tinggi pula.

  4. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi atau institusi yang dimiliki sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.

  5. Peningkatan efisensi administrasi keuangan daerah, pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam dan pajak dan retribusi serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.

  6. Perwujudan desentralisasi fiscal melalui pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah pusat yang bersifat block-grant, pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

  7. Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai local yang kondusif terhadap upaya memelihara dinamika sosial sebagai suatu bangsa.


PERTEMUAN 6

TRANSFORMASI NILAI DEMOKRASI DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT

Arah baru kehidupan bangsa Indonesia di masa depan semakin mengarah kepada model interaksi sosial yang mendambakan terwujudnya nilai-nilai demokrasi.

Demokrasi ditingkat negara sangatlah membutuhkan adanya dukungan dari berbagai lapisan sosial, terutama dukungan unit-unit keluarga maupun berbagai komunitas sosial lainnya.

HAK DAN TANGGUNG JAWAB DALAM KELUARGA

Dalam kehidupan berkeluarga, segenap elemen yang ada dalam keluarga tersebut memiliki hak dan tanggung jawab yang sama walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Secara normatif, setiap keluarga diharapkan dapat mewujudkan suasana kekeluargaan yang penuh dengan nuansa sakinah (Q.S Ar-Rum/30:21) yang setidaknya ditopang oleh tiga prinsip lainnya, yakni konsep mahabbah (kecintaan yang bersifat biologis-material dan lahiriah), konsep mawaddah (rasa cinta kasih yang bersifat batiniyah yang melampaui batas-batas kecintaan yang bersifat biologis-materialistik), dan konsep rahmah berupa respon kecintaan Ilahi terhadap keluarga yang dikasihi-Nya, yakni keluarga yang dapat memadukan jalinan cinta kasih yang bernuansa mahabbah maupun mawaddah.


HAK DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MASYARAKAT

Dalam buku Belajar Civic Education dari Amerika (1999:23-25) dikemukakan beberapa karakter publik dan privat sebagai berikut :


  1. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi kesadaran secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan hanya keterpaksaan atau pengawasan dari luar.

  2. Memenuhi tanggung jawab personal kewargaan di bidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab ini meliputi memelihara/menjaga diri, memberi nafkah dan merawat keluarga, mengasuh dan mendidik anak.

  3. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu. Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka, bersifat sopan, menghargai hak-hak dan kepentingan sesama warga negara dan mengikuti aturan “prinsip mayoritas” namun tetap menghargai hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat.

  4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana.

  5. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik, melakukan penelahaan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional.

BENTUK BENTUK DUKUNGAN DAN PERLINDUNGAN DALAM KELUARGA

Masalah demokrasi yang tidak kalah pentingnya ditengah kehidupan keluarga adalah masalah dukungan dan perlindungan dari dan terhadap komponen keluarga itu sendiri.

Setiap keluarga hendaknya dapat berupaya menciptakan suasana kehidupan internal keluarga yang penuh dengan kenyamanan eksistensial maupun eksperimental.

BENTUK BENTUK DUKUNGAN DAN PERLINDUNGAN DALAM MASYARAKAT

Dalam kehidupan bermasyarakat setiap warga saling menerima dan memberikan dukungan maupun perlindungan antar sesama.

Secara normatif, Allah mengajarkan agar setiap komunitas sosial untuk saling tolong menolong dalam masalah kebajikan dan ketaqwaan dan sebaliknya dilarang untuk saling berpartisipasi dalam soal dosa dan permusuhan (wa ta’aawanu ‘alal birri wattaqwa, wa laa ta’aawanu ‘alal itsmi wal’udwan).

Doktrin normatif diatas mengandaikan pada kita bahwa segala macam bentuk dukungan moril dan material maupun aspek perlindungan sosial lainnya haruslah berada pada landasan etika kebajikan dan ketaqwaan. Di luar itu, tidak dibenarkan adanya bentuk bentuk dukungan maupun perlindungan baik secara moral, politik, ekonomi maupun aspek sosial lainnya.


PERTEMUAN 7

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AKHLAQ DALAM KELUARGA

Didalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (2001:16-18) dinyatakan bahwa keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban keluarga muslim untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sejahtera (sakinah, mawaddah wa rahmah).

Setiap keluarga muslim, di samping memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan nilai-nilai islami, keluarga muslim juga berfungsi sebagai media kaderisasi kepemimpinan umat dan bangsa.

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AKHLAQ DALAM MASYARAKAT

Mengenai upaya pengembangan nilai akhlaq, dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (2001:18-19) disebutkan bahwa Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama, seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-masing; memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim. Bahkan, dalam hubungan ketetanggaan, Islam memberi perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.


KESETARAAN GENDER DALAM MASYARAKAT

Berbicara tentang permasalahan gender, ada dua alur pemikiran yang dapat dikemukakan, yaitu :


  1. Yang berkeyakinan bahwa masalah relasi antara laki-laki dan perempuan selama ini diyakini sudah cukup berimbang, jadi tidak perlu lagi ada gugatan akademis yang mempertanyakan soal relasi tersebut. Kelompok ini cenderung memihak status quo.

  2. Menyakini bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan dianggap masih belum seimbang, masih ditemukannya pola-pola hubungan gender yang diskriminatif.

Wacana tentang analisis gender biasanya lebih banyak ditemukan dalam perspektif ilmu sosial. Namun, disini tidak ada salahnya bila ditarik juga kedalam wilayah atau diskursus keagamaan, sebagaimana yang akan disinggung di bawah ini :

1. Perspektif gender secara umum

  1. Sebelumnya, perlu kita ungkapkan bahwa menurut Oakley, dalam karyanya Sex, Gender and Society (1972) yang dimaksud Gender itu sendiri adalah perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan yang bukan dilihat dari segi perbedaan biologis maupun aspek kodrat Ilahi. Tentang aspek biologis dan kodrat Tuhan ini lebih tepat digunakan konsep Sex, yakni konsep yang sudah taken for garanted dari Tuhan, bukan hasil konstruksi sosial maupun budaya manusia.

  2. Relasi gender dalam Perspektif Islam

  3. Bila kita lihat dalam sistem ajaran Islam, ada unsur-unsur ajarannya yang bersifat normative maupun interpretative.

    Ajaran Islam yang normative lebih bersifat universal, baku dan sangat tekstual.

    Model kedua adalah sistem ajaran Islam yang interpretative lebih bersifat parsial-partikular, relatif dan konstektual.

  4. Contoh kasus : Masalah Kepemimpinan Perempuan

Dalam tradisi Islam klasik, mayoritas (jumhur) ulama cenderung tidak membenarkan kaum perempuan menjadi pemimpin, baik dalam wilayah domestik (keluarga) maupun publik (sosial kemasyarakatan).

Tentang soal kejeniusan, banyak penelitian yang menyatakan bahwa pada dasarnya potensi intelektualitas pria dan wanita tidak ada perbedaan, jadi tergantung pada tingkat pendidikan yang diikuti.

Kecerdasan seseorang sangat tergantung kepada proses pendidikan yang diiikuti sejak kecil, bukan soal jenis kelamin (gender).

Beberapa contoh kasus perempuan yang terbukti dapat tampil sebagai pemimpin yang sukses seperti Corazon Aquino (Philipina) dan Margareth Tatcher (Inggris). Selain itu juga ada juga figure politisi perempuan seperti Benazir Bhutto.


PERTEMUAN 8

IDENTITAS NASIONAL

Mengapa suatu bangsa memerlukan identitas ?

Pertanyaan ini muncul seiring dengan mulai terasanya pengaruh globalisasi di hampir semua sector hidup manusia.


PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL

Sebagai sebuah istilah. “identitas nasional” dibentuk oleh dua kata, yaitu “identitas” dan “nasional”.

Identitas dapat diartikan sebagai ciri, tanda atau jatidiri. Sedangkan nasional dalam konteks pembicaraan ini berarti kebangsaan.

Dengan demikian, identitas nasional dapat diartikan sebagai “jatidiri nasional” atau dapat dikatakan juga “kepribadian nasional”

Jatidiri nasional bangsa Indonesia terbentuk karena pengalaman sejarah yang sama. Berawal dari pengalaman masing-masing daerah dalam menghadapi kaum penjajah, timbullah perasaan senasib berhadapan dengan para penjajah.

Jatidiri nasional tentu saja tidak hanya menjadi jatidiri dari sebuah bangsa sebagai satu kesatuan, akan tetapi jadidiri nasional juga menjadi identitas bagi seluruh warga bangsa. Oleh karena itu, identitas nasional diperlukan dalam proses interaksi baik antarwarga maupun antarnegara.


FAKTOR PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL

Lahirnya identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan factor objektif, yaitu factor-faktor yang berkaitan dengan geografis-ekologis dan demografis, serta factor subyektif, yaitu factor-faktor histories, politik, sosial, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa (Suryo, 2002)

Faktor penting lainnya yang mendorong tumbuhnya kesadaran kebangsaan di Indonesia adalah digunakannya bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, yang bersama-sama agama Islam memecahkan kecendrungan nasionalisme sempit di Indonesia.


KEMAJEMUKAN DAN INTEGRASI NASIONAL

Kesadaran untuk membangun masyarakat baru di atas unsur-unsur etnisitas, keagamaan dan kedaerahan, sesungguhnya telah berlangsung lama. Berbagai pengalaman sejarah telah dialami bangsa Indonesia.

Proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia pun telah lama berlangsung. Simbolisasi historis dan sosio-kultural yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika” yang diabadikan pada lambang negara Indonesia pada dasarnya merupakan symbol dan identitas yang berakar dari sejarah dan realitas sosial masyarakat Indonesia.

Konsep “Bhinneka Tunggal Ika” sudah barang tentu dirumuskan berdasarkan ralitas sosio-kultural masyarakat Indonesia.
Telah lama dipahami bahwa struktur masyarakat Indonesia ditandai dua ciri utama, yaitu :


  1. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat serta kedaerahan.

  2. Secara vertical, struktur-struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam (Nasikum, 1989:30)

Stephen Ryan, seorang teoritis hubungan internasional dari Universitas Ulstrer, Irlandia, mengemukakan factor-faktor yang mendorong terjadinya konflik antaretnis diberbagai kelompok masyarakat dunia.

  1. Berakhirnya perang dingin di satu sisi membawa akibat positif yaitu mengubah pola interaksi negara-negara besar dari konflik menuju kerjasama internasional. Akan tetapi, di sisi lain berakhirnya perang dingin dianggap telah mendorong konflik antaretnis di banyak negara dunia ketiga.

  2. Pembangunan ekonomi yang tidak merata dalam suatu negara yang terdiri dari masyarakat majemuk diyakini pula telah mendorong terjadinya konflik antaretnis.

  3. Permasalahan yang dialami oleh negara yang sedang berkembang tidak melulu menyangkut masalah ekonomi, akan tetapi lebih dari itu adalah kemampuan membangun kesadaran kebangsaan sebagai suatu negara bangsa yang bersatu.


PERTEMUAN 9

IDEOLOGI

Ideologi menurut kamus besar bahasa Indonesia (1995:366) ialah (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. (2) cara berfikir seseorang atau suatu golongan. (3) paham, teori dan tujuan yang berpadu merupakan satu kesatuan program sosial politik.

Dalam Collins Dictionary of Sosiology (Jary, 1991:295) disebutkan ideology adalah “any system of ideas underlying and informing social and political action”.

Menurut Vago (1989:90), ideology adalah “a complex belief system that explain social arrangements and realationship”. Ideology adalah sistem faham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya (Riberu, 1986:4).

Sharati (1982:146) mengartikan ideology sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh kelompok tertentu, kelas sosial tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu.

Jadi ideology adalah dapat diartikan sebagai sistem faham mengenal dunia yang mengandung teori perjuangan dan dianut oleh para pengikutnya menuju cita-cita sosial tertentu dalam kehidupan.


JENIS JENIS IDEOLOGI

  1. Marxisme, komunisme dan Sosialisme

  2. Marxisme, Komunisme dan Sosialisme seringkali dianggap sebagai ideology atau faham yang memiliki akar pemikiran sama dan saling berkaitan, yaitu pada perjuangan pembebasan kaum buruh (kelas pekerja, proletar) di hadapan kaum kapitalis (kelas pemilik modal, berjuis) serta penghapusan hak-hak miliki pribadi atas alat-alat produksi yang digantikan oleh hak-hak miliki kolektif yang muaranya secara dominan pada pemikiran-pemikiran Karl Marx (1818-1883) dalam berbagai varian (revolusioner-radikal dan reformis-moderat.

  3. Liberalisme dan Kapitalisme

  4. Liberalisme adalah faham yang menuntut kebebasan bagi individu manusia. Tuntutan kebebasan tersebut pertama kali tumbuh di Barat sesudah Revolusi Perancis bersamaan dengan individualisme, yaitu faham atau ideology menjunjungtinggi hak-hak dan kebebasan pribadi.

    Revolusi Perancis yang menuntut persamaan (legalite), persaudaraan (fraternite), dan kebebasan (liberte) sejalan dengan liberalisme dan individualisme yang muaranya menempatkan individu dengan hak-hak dasarnya pada posisi kunci dalam kehidupan manusia dan masyarakat.

    Seiring dengan liberalisme, tumbuh pula ideology atau sistem paham yang sangat dominan dan kini menjadi kekuatan raksasa di bidang ekonomi yaitu Kapitalisme.

    Kapitalisme dapat dikatakan liberalisme di bidang ekonomi yang lahir sejak abad ke-18 di Eropa barat, yaitu suatu sistem ekonomi dimana didalamnya setiap warga negara secara bebas menggunakan modal (kapital) milik pribadinya menurut kemauan dan pengaturannya untuk sebesar-besarnya meraih keuntungan (Riberu, ibid:14)

  5. Nasionalisme

  6. Nasionalisme ialah (1) faham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri, (2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau actual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan (Depdikbud, 1997:684)

    Nasionalisme berarti menyatakan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas bahasa, budaya, keturunan bersama dan terkadang kepada agama dan wilayah bersama pula, terhadap semua pengakuan lain atas loyalitas seseorang.

  7. Feminisme

  8. Feminisme adalah faham dan gerakan yang menuntut hak sepenuhnya antara kaum wanita (perempuan) dan laki-laki.

    Menurut Fakih (1996:78) feminisme pada umumnya merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, sehingga harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut.


  9. Pluralisme

  10. Pluralisme ialah perspektif pemikiran dan gerakan yang ingin menghapuskan sekat-sekat primordialisme dalam pola dan proses interaksi sosial manusia dalam kehidupan.

    Secara sederhana, pluralisme dikatakan sebagai faham tentang kemajemukan masyarakat. Masyarakat majemuk (plural society) ialah suatu masyarakat di mana sejumlah etnik dan golongan hidup secara berdampingan yang sebagian besar berbeda satu sama lain (Giddens, 1993:759)

  11. Postmodernisme

Postmodernisme ialah kritik-kritik filosofis atas gambaran dunia (world view), epistemologi, dan ideology-ideologi modern (Sugiharto, 1996:24).

Postmodernisme merupakan kritik radikal yang menurut Daniel Bell memiliki kecendrungan yang bertolak belakang dengan modernisme.

IDEOLOGI ISLAM

Ideologi-ideologi yang berbasis agama memiliki akar pada teologi dari agama-agama yang bersangkutan.

Di lingkungan umat Islam dikenal “Islamic Ideology” yang memiliki keterkaitan dengan karakter Islam sebagai agama (Hakim, 1993:iv). Bagi Hakim, (Ibid :285) “Islam has the simplest and the most rational of all ideologies”.

Sehingga ideology Islam berbeda dengan Marxisme, Sosialisme dan Kapitalisme maupun ideology lainnya yang tidak memiliki basis teologis.

IDEOLOGI PANCASILA


Sebagai sebuah negara dengan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, kehadiran ideology dengan fungsi-fungsi sebagaimana dijelaskan Vago diatas, memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, sebagai dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat.


The founding fathers setelah melakukan perenungan yang dalam dan panjang menyepakati Pancasila sebagai ideology negara Republik Indonesia.

Fungsi Pancasila sebagai ideology mencakup tiga hal utama di atas.

  1. Pancasila dapat memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat.

  2. Pancasila merupakan dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.

  3. Pancasila dapat memberikan motivasi bagi para individu mengenai pola-pola tindakan yang pasti dan harus dilakukan.

Atau secara ringkas, Pancasila merupakan salah satu unsur pengikat atau pemersatu bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai ideology berperan besar dalam menjaga integrasi nasional.


PERTEMUAN 10

GLOBALISASI DAN TATA DUNIA BARU

Memasuki millenium ketiga, hampir seluruh bangsa di dunia sedang bergerak menuju era informasi, sebuah masa dimana terjadi revolusi informasi yang secara radikal menggerakkan persentuhan interaksi antar-manusia dari berbagai bangsa di dunia secara intensif melalui berbagai media informasi dan komunikasi yang di gerakkan dengan teknologi canggih .

Revolusi informasi ini akhirnya berlanjut pada transformasi peradaban manusia di dunia.Salah satu implikasi yang cukup signifikan dari revolusi informasi di dunia ialah fenomena globalisasi yang semakin intens.

Hampir seluruh bangsa di dunia mengalami borderless state akibat arus informasi yang tersebar cepat dari dan ke berbagai belahan dunia.

Hubungan antar bangsa dan antar budaya terjadi semakin intensif melalui berbagai media informasi dan komunikasi tanpa terkendala oleh jarak dan waktu. Secara cepat pula , hal ini mendorong perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sistem dunia.


DUNIA DALAM BINGKAI GLOBALISASI

Globalisasi memacu perubahan sosial dalam berbagai level (local,nasional,regional,dan global) menjadi sangat dinamis. Bahkan, Anthony Giddens (2000), seorang ilmuan sosial terkemuka di inggris, menamai tanda-tanda zaman ini sebagai the runaway world (dunia yang berlari).

Perubahan-perubahan sosial yang bergerak dimuka bumi ini bahkan sulit untuk diprediksikan oleh ilmu pengetahuan. Perubahan seperti ini, oleh Habermas (1996) , seorang intelektual terkemuka di Jerman, disebut sebagai die neue unubersichtlichkeit, yaitu sebuah perkembangan baru yang disertai dengan ketidakterdugaan, ketidakjelasan, dan ketidakpastian.

Dengan basis cultural yang berbeda-beda , hampir semua bangsa memaknai globalisasi secara otonom dan berbeda-beda. Hal inilah yang akhirnya memunculkan ketidakterdugaan dalam perubahan sosial yang terjadi pada seluruh bangsa. Perubahan sosial saling susul-menyusul di banyak negara, sementara sistem yang di bangun di sebuah negara belum tentu memadai untuk mengakomodasi perubahan sosial tersebut. Akibatnya, krisis akan terjadi secara beruntun di banyak negara yang memiliki sistem infrastruktur yang lemah.

Nilai-nilai tradisi dan agama seringkali juga terlambat mengantisipasi perubahan sosial yang bergerak cepat. Bahkan, ilmu pengetahuan pun sangat sulit mengantisipasi gerak super-dinamis perubahan sosial. Pada level negara pun sangat mungkin akan terjadi krisis multi-dimensional karena tidak sanggup mengantisipasi gerak cepat gempuran perubahan global yang berpengaruh secara signifikan pada perubahan sosial di tingkat nasional dan local.


MASYARAKAT RESIKO DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya sumber ancaman bagi manusia telah bergeser. Dulu, ancaman terbesar bagi manusia di muka bumi ini adalah bencana alam. Saat ini,ketika penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi semakin banyak , maka sumber ancaman terbesar bagi manusia ialah dari perbuatan manusia itu sendiri.

Dalam konsep Anthony Giddens (1995) ,sumber ancaman bergeser dari external risk menjadi manufactured risk. Dalam term Islam, kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan merupakan akibat dari perbuatan manusia itu sendiri (Q.S.Al-Rum:41).

Pengembangan nuklir, misalnya baik untuk persenjataan militer maupun untuk kepentingan teknis yang lain , mengancam keamanan hidup manusia. Persenjataan nuklir yang dikembangkan beberapa negara di dunia telah dikembangkan menjadi senjata pembunuh massal yang nengerikan, dan menjadi ancaman serius bagi ketenangan hidup umat manusia di muka bumi.

Beberapa bencana tragis akibat nuklir telah terjadi di sepanjang abad ke-20. Nuklir juga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang cukup serius, dan berakibat fatal bagi kelangsungan makhluk hidup di muka bumi.

Masih banyak lagi penemuan-penemuan baru yang lain di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko fatal bagi kehidupan umat manusia.

Industrialisasi di banyak negara sebagai salah satu konsekuensi logis dari modernisme di dunia juga turut memberikan kontribusi yang besar bagi ancaman hidup manusia.limbah industri menyebabkan banyak kerusakan lingkungan di berbagai belahan dunia ,seperti pemanasan global,pencemaran lingkungan (darat, udara, dan air), penggundulan hutan , dan sebagainya.

Demikianlah, penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sesungguhnya telah menciptakan resiko-resiko ancaman bagi kehidupan umat manusia. Namun demikian, bagi sebagian besar negara-negara di dunia , penemuan yang progresif di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat terhindarkan, bahkan menjadi semacam, keniscayaan dari kemajuan zaman. Hampir semuanya tidak mungkin kembali ke titik nol. Memang,resiko merupakan konsep masyarakat modern(1995) .

Dimasa lalu (pra-modern) , perhitungan tentang keberhasilan dan kegagalan selalu dikembalikan pada tradisi, agama, atau proses-proses natural lainnya, sehingga yang muncul adalah konsep takdir, keberuntungan atau kehendak Yang Maha Kuasa. Sementara masyarakat modern yang dipacu oleh rasionalisme memunculkan konsep resiko yang mengedepankan upaya-upaya eksploratif-eksperimental berdasarkan perhitungan-perhitungan secara rasional. Hal ini, berarti mesyarakat modern mencoba merekayasa alam dan masa depan dengan resiko-resiko yang sudah diperhitungkan.

Dengan demikian, masyarakat modern tak mungkin surut langkah untuk terus-menerus menciptakan resiko melalui penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.


KAPITALISME GLOBAL DAN PASAR BEBAS

Immanuel wallerstein (1974) ,seorang sejarawan sosial di amerika , menganalisa hubungan internasional di antara negara-negara di dunia menjadi dua titik ekstrim,yaitu center/core (pusat) dan periphery (pinggiran) , melalui teorinya yang paling terkenal ,The Modern World System.

Kategorisasi ini lebih banyak didasarkan pada kekuatan ekonomi masing-masing negara. Yang termasuk dalam kategori the center countries ialah negara-negara industri maju yang memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar, seperti negara-negara Eropa Barat (sekarang berkembang menjadi Uni-Eropa), Amerika Serikat, dan Jepang yang paling banyak menguasai perdagangan dunia. Sedangkan yang termasuk dalam kategori the peripheral countries ialah sebagian besar negara-negara miskin dan baru berkembang ,yang lazim disebut sebagai dunia ketiga (the third world).

Dalam tata hubungan ekonomi internasional, hubungan keduanya sangat tidak berimbang. Negara-negara miskin (the peripheral countries) yang secara politik dan ekonomi lemah cenderung terkalahkan , dan menjadi sub-ordinat bagi negara-negara kaya (thr centre countries) . negara-negara miskin itu hanya mampu menyuplai bahan-bahan mentah bagi industri maju di negara-negara kaya dan hanya menjadi pasar hasil industri maju, dan mereka sangat bergantung pada modal dan teknologi yang dimiliki negara-negara kaya itu.

Walaupun pada penghujung abad ke-20 tumbuh optimisme baru dengan munculnya singa-singa ekonomi di Asia dan Amerika Latin, seperti Korea Selatan, China, Taiwan, Singapura, Brazil, Chile, dan sebagainya,mereka tetaplah masih kalah dan bergantung pada negara-negara kaya .

Oleh karenanya, Wallerstein menambahkan sebuah kategori baru ,yaitu the semi-peripheral countries.

Ketidakberimbangan dalam relasi internasional antara negara-negara kaya di utara dengan negara-negara miskin di selatan sesungguhnya telah berlangsung dalam rentang sejarah yang panjang.

Michael Harrington (1977) ,seorang sejarawan Amerika , memandang bahwa dunia sebagai sebuah realitas sosial, politik, dan ekonomi yang tidak berimbang telah tercipta sejak abad ke-16 dengan didasarkan pada sejarah kapitalisme Eropa yang ekspansif menjadi kolonialisme ke berbagai wilayah di Dunia Ketiga. Pada awal abad ke-19 ,perbedaan income per-capita antara negara kaya dan negara miskin hanyalah 2:1.


Akan tetapi antara tahun 1815-1914 , ketika pertumbuhan ekonomi berkembang pesat pada tingkat 2,5-3% pertahun, kesenjangan antara negara kaya dan miskin menjadi 20:1 .

Hal inilah yang akhirnya menyebabkan akumulasi modal terpusat di negara-negara kaya ,dan pada penghujung abad ke-20 menjelma menjadi kekuatan kapitalisme global.

Kapitalisme global meniscayakan pasar, dan pada abad ke-20 telah tercipta pasar bebas(free market) . Gagasan pasar bebas kemudian mengental secara sistematik dalam kesepakatan perdagangan antar-negara menjadi free trade area (wilayah perdagangan bebas). Dengan adanya kesepakatan free trade area itu, maka mobilitas dan distribusi barang/jasa menjadi bebas tanpa terkendala oleh batas-batas teritorial antar-negara.

Secara sekilas, perdagangan bebas tersebut sangat efektif dan efisien bagi kehidupan manusia di muka bumi yang semakin globalized.

Namun, ketidaksiapan negara-negara justru akan meluluhlantakkan perekonomian mereka . Modal yang terbatas , sumberdaya manusia yang tidak berkualitas, sistem perekonomian nasional yang tidak efisien , korupsi yang merajalela, kualitas produksi dan kerja yang tidak memadai menurut standar internasional, dan lain-lain akan sangat dengan mudah menghempaskan perekonomian nasional menjadi terpuruk oleh gempuran perekonomian global melalui perdagangan bebas.


GLOBALISASI BUDAYA DAN FUNDAMENTALISME

Arus informasi dan komunikasi dunia menjembatani bangsa-bangsa di dunia menjadi global village (Mc Luban ,1960).


Dengan arus informasi yang sangat cepat , penetrasi budaya dari satu bangsa ke bangsa lain berlangsung susul-menyusul dan intensif.

Dengan demikian, secara sekilas , globalisasi akhirnya mewujudkan penyeragaman budaya , karena semua bangsa terintegrasi dalam satu isstem global village.

Namun demikian,asumsi penyeragaman budaya (yang saat ini didominasi oleh budaya barat) tidak sepenuhnya benar.

Dunia memang terintegrasi kedalam satu sistem melalui media komunikasi ,tetapi tidak terjadi totalitas integrasi antar-budaya, sebab masimg-masing bangsa memaknai budaya global dengan menggunakan basis cultural masing-masing . sehingga yang terjadi adalah reproduksi budaya global dengan citarasa local.

Contoh yang paling sederhana ialah wacana global burger McDonalds yang ditanggapi dengan munculnya burger-burger local yang memiliki rasa spesifik yang tidak terstandarisasi sesuai dengan cita rasa local.

Dengan demikian, globalisasi budaya sesungguhnya hanya terjadi di permukaan, karena di dalam penyeragaman budaya itu terdapat reproduksi budaya global menjadi lebih majemuk. Inilah yang dinamakan paradoks globalisasi budaya.

Reproduksi budaya global yang terus menerus dalam konteks local menyebabkan perubahan-perubahan sosial budaya menjadi tidak bisa diprediksikan ,sehingga terjadi situasi yang olehHabermas (1996) disebut sebagai die neue unubersichtlichkeit, yaitu sebuah perkembangan baru yang disertai dengan ketidakterdugaan , ketidakjelasan, dan ketidakpastian.


Kecenderungan perubahan sosial-budaya tidak bisa di pastikan arahnya. Ketidakpastian dan ketidakterdugaan perubahan sosial merupakan tanda-tanda zaman di era global.


PERTEMUAN 11

KONFLIK DAN PERDAMAIAN DALAM GLOBALISASI

Fenomena ketidakadilan internasional, seperti hubungan negara-negara kaya di utara dan negara-negara miskin di selatan yang tidak berimbang , kemiskinan di Dunia ketiga , diskriminasi pada kelompok bangsa tertentu (baik berbasis ras maupun berbasis agama) , dan peminggiran budaya local, menyebabkan frustasi berkepanjangan. Frustasi ini sangat rentan terhadap munculnya konflik yang merongrong perdamaian dunia.

Munculnya kasus terorisme internasional pada akhir abad ke-20 bisa di indikasikan sebagai tanda adanya rasa frustasi itu.

Berbagai kasus terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia seringkali disertai dengan pesan bahwa keadilan harus di tegakkan bagi kelompok dan bangsa tertentu di dunia.

Aktivitas teror di India, Inggris, dan Srilanka, misalnya, seringkali disertai dengan pesan untuk penegakan keadilan dan kemerdekaan Kashmir, Irlandia Utara, dan Tamil.

Demikian juga berbagai aksi teror atas kepentingan pemerintah di Amerika Latin (seperti gerilyawan MRTA/Movimiento Revolucionarie Tupac Amaru) juga seringkali di sertai dengan pesan bahwa ideology kapitalisme sangat menindas rakyat miskin.

Aksi teror yang menyerang kepentingan Amerika dan Israel juga seringkali disertai pesan untuk penegakan keadilan bagi palestina dan bangsa Arab.

Kasus yang cukup fenomenal di Indonesia ialah kasus bom Bali yang juga disertai pesan untuk penegakan keadilan bagi umat islam yang tertintas di berbagai negara muslim.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali ketidakadilan yang terjadi dalam hubungan internasional , sehingga tujuan dan sasaran aktivitas terorisme pun berbeda-beda.


Oleh karenanya, ada banyak hal yang menjadi basis munculnya gerakan terorisme ,seperti gerakan terorisme yang berbasis agama, nasionalisme kesukuan (ethnic-nationalism), ideology, dan lain-lain.

Apapun bentuk dan tujuannya, salah satu sebab terbesar dari terorisme ialah adanya frustAsi berkepanjangan di kalangan masyarakat tertentu atas ketidakadilan internasional yang tidak terselesaikan ,dan akhirnya meletupkan kekerasan dalam bentuk aksi terorisme yang mengancam kepentingan otoritas yang mengendalikan globalisasi , dan akhirnya juga menimbulkan ketakutan dan chaos yang lebih besar di masyarakat.


TRANSFORMASI NILAI ISLAM DALAM GLOBALISASI

“Sesungguhnya telah Aku (Allah) ciptakan kalian (manusia) sebagai laki-laki dan perempuan ,dan aku jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal” (Q.S Al-Hujurat : 13) .

Kitab suci umat islam telah mengisyaratkan secara jelas perlunya hubungan pada level global di antara bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada di muka bumi ,sehingga hubungan antar-bangsa merupakan sebuah keniscayaan dari kitab suci.

Oleh karena itu, nilai-nilai islam yang di isyaratkan secara jelas dalam Al-Quran itu harus ditransformasikan dalam konteks globalisasi yang terjadi pada saat ini agar menjadi pegangan hidup bagi setiap muslim dalam membangun relasi-relasi sosial yang dikembangkannya.

Di tengah fenomena globalisasi yang melanda dunia pada saat ini ,nilai-nilai islam sangat penting untuk ditransformasikan sebagai basis nilai dikalangan muslim untuk bersikap dan bertingkah laku dalam relasi-relasi sosial di tingkat global.Beberapa hal berikut ini bisa menjadi bahan perenungan bagi transformasi nilai-nilai islam tersebut :


  1. Islam dan Pluralisme

  2. Pluralisme sesungguhnya merupakan sunnatullah. Doktrin islam dalam kitab suci menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam berbagai bangsa dan suku.

    Hal ini sesungguhnya mengindikasikan bahwa pluralisme (dalam berbagai bangsa) merupakan bagian dari ayat-ayat Allah. Setiap bangsa dalam memaknai realitas dunianya masing-masing menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian,pluralitas kebudayaan sesungguhnya juga merupakan sunnatullah.

  3. Islam dan Perdamaian

  4. Akar kata Islam adalah salam yang berarti damai. Hal ini menunjukkan bahwa perdamaian merupakan sebuah doktrin yang sangat penting dalam islam. Nabi Muhammad pun pernah mengajarkan :
    “Wahai manusia ,tebarkanlah perdamaian (salam) dan jalinlah tali silaturrahmi”. Doktrin Islam tersebut mengindifikasikan betapa perdamaian itu menjadi salah satu pilar ajaran yang sangat penting bagi umat islam.

  5. Islam dan Keterbukaan

  6. Sebuah doktrin islam memberikan ilustrasi tentang keterbukaan : “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”.

    Hal ini mengindikasikan bahwa islam tidak eksklusif ,bahkan sangat terbuka bagi kebudayaan lain, sebaimana doktrin tersebut yang menganjurkan untuk menuntut ilmu pengetahuan sampai ke negeri cina, sebuah wilayah yang sangat jauh (untuk konteks saat ini) dari tanah Arab. Dalam hal ini,cina adalah sebuah symbol dari kebudayaan lain di luar islam (di Arab)Dengan demikian,maka sesungguhnya islam itu sangat inklusif (terbuka) terhadap persentuhan dengan kebudayaan lain.

  7. Islam dan Lingkungan Hidup

  8. Jauh sebelum globalisasi menjadi fenomena dunia, Islam (dalam Al-Quran) sudah memberikan sinyalemen : “Akan terjadi kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah manusia sendiri”.

    Sinyalemen Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa betapa islam memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan ,seperti yang terjadi saat ini, sudah diantisipasi oleh Al-Qur’an.

  9. Islam, Keadilan , dan Pemberdayaan

    ,/li>

    Keadilan (al-‘adalah) merupakan salah satu konsep islam yang paling utama dalam relasi sosial.

    Doktrin islam menyebutkan :”Wahai orang yang beriman ,berdiri tegaklah untuk Tuhan sebagai saksi-saksi dengan menegakkan keadilan, dan janganlah kebencianmu terhadap sekelompok manusia menyimpangkan kamu dari perbuatan adil. Tegakkanlah keadilan , itulah yang paling mendekati taqwa. Sesungguhnya Tuhan benar-benar mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan”. (Q.S.Al-Maidah : 8).

    Dengan demikian, keadilan adalah prinsip hidup islami dalam berinteraksi dengan sesama manusia.

  10. Islam dan Emansipasi Harkat Kemanusiaan

  11. Konsep islam tentang manusia : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Allah kembalikan mereka menjadi yang serendah-rendahnya, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh (Q.S. Al-Tin : 4-5).
    Hal ini mengindikasikan bahwa manusia merupakan “puncak” ciptaan Tuhan. Manusia adalah makhluknya yang tertinggi. Oleh karenanya, betapa tingginya harkat dan martabat kemanusiaan. Akan tetapi,derajat ketinggian martabat manusia itu bisa jatuh serendah-rendahnya akibat hilangnya iman dan amal saleh.

    Dalam konteks globalisasi saat ini, manusia sesungguhnya jatuh dalam sistem yang diciptakannya sendiri, seperti materialisme,rasionalisme,teknologi,dan sebagainya. Sistem yang diciptakannya itu akhirnya mengendalikan hidup manusia, bahkan menindasnya. Manusia akhirnya menjadi seperti mesin dalam teknologi, atau angka-angka dalam ekonomi.

  12. Islam dan Ilmu Pengetahuan/Teknologi

  13. Di samping iman dan amal saleh, ilmu pengetahuan merupakan pilar yang utama dalam ajaran islam. Ketiganya, yaitu iman,ilmu, dan amal saleh, membentuk segitiga pola hidup yang kukuh dan benar dalam islam. Doktrin islam secara tegas menjelaskan :”Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu” (Q.S. Al-Mujadalah :11).

    Dalam konteks globalisasi saat ini, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat ,umat islam yang sebagian besar hidup di negara-negara muslim, termasuk Indonesia,lebih banyak sebagai user (pemakai) daripada sebagai innovator (pencipta) dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.

    Oleh karenanya, pesan-pesan islam tentang ilmu pengetahuan perlu direvitalisasikan dan ditransformasikan dalam kehidupan muslim. Ajaran Nabi : “Tuntutlah ilmu dari buaian ibu sampai ke liang lahat” merupakan doktrin yang sangat penting untuk ditransformasikan dalam kehidupan muslim saat ini.

  14. Islam dan Etos Pribadi

Doktrin islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah : 30). Oleh karenanya, manusia dituntut untuk memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara positif dan aktif (Q.S. Shad : 27),sehingga meninggalkan gelanggang peradaban dunia tidak dibenarkan dalam islam (Q.S. Al-Qashas : 77).

Sementara dalam dimensi yang lain, doktrin islam juga mengajarkan bahwa ummat islam adalah ummat yang terbaik (Q.S. Ali Imran : 110). Oleh karena itu, ummat islam harus memberikan keteladanan (uswah hasanah).

Dalam konteks globalisasi saat ini ,nilai-nilai islam tersebut harus ditransformasikan. Doktrin tentang khalifah di muka bumi hendaknya dijadikan sebagai landasan semangat untuk berfikir positif, mengembangkan karya-karya kreatif dan inovatif, bekerja keras dan professional , belajar dengan semangat yang tinggi, membangun semangat kewirausahaan (entrepreneurship) untuk penguatan ekonomi ummat islam ,melakukan perencanaan dan tata manajemen yang matang, dan sebagainya. Di samping itu, doktrin tentang keteladanan hendaknya juga ditransformasikan pada ummat islam untuk mengembangkan akhlaq yang terpuji (al-akhlaq al-karimah) sebagai keteladanan bagi seluruh ummat manusia.


PERTEMUAN 12


PERTEMUAN 13


PERTEMUAN 14


Contributors

Admin, Yessi Frecilia