Independent Study

Dari widuri
Lompat ke: navigasi, cari

Pengertian

Independent Study. Istilah ini diperkenalkan oleh Charles Wedemeyer dari Universitas Wiscounsin sebagai istilah umum untuk jenis-jenis pendidikan yang di Amerika Serikat biasa disebut sebagai “belajar melalui korespondensi, pendidikan terbuka, pengajaran melalui radio dan TV, atau belajar mandiri.” Sedangkan di Eropa jenis-jenis yang disebutkan tadi digolongkan ke dalam Belajar Terbuka/Jarak Jauh. Istilah Independent Study ini seringkali dipakai sebagai ganti istilah Belajar Terbuka/Jarak Jauh di Amerika Serikat. Kelemahan istilah ini kadang-kadang ditafsirkan sebagai ketidakterikatan pada lembaga pendidikan, Padahal Belajar Terbuka/Jarak Jauh itu selalu terikat dan dikelola oleh suatu lembaga pendidikan. Di Amerika Serikat sendiri orang seringkali ragu-ragu untuk menggunakan istilah ini sebab istilah tersebut sudah sering dipakai sebagai pengganti istilah belajar secara individual. Memang proses belajar dalam sistem PT/JJ seringkali dilakukan secara individual, tetapi tidak semua belajar secara individual adalah pendidikan jarak jauh. Pada sistem belajar konvensional kadang kala siswa diminta belajar secara individual. Tujuan dan hasil yang ingin dicapai ditentukan melalui kontrak yang disepakati oleh dosen dan mahasiswa secara individual.

Keuntungan

 memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing  banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning.  Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam memilih tempat belajar.  Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri waktu belajarnya, sesuai dengan kemauan dan waktu yang dimilikinya.  Siswa atau peserta didik dapat menentukan sendiri cara belajar yang sesuai untuk dirinya.  Siswa atau peserta didik mempunyai keleluasaan dalam menentukan kecepatan belajarnya. Lama waktu untuk mempelajari sesuatu penggalan isi pelajaran (learning chunk) ditentukan oleh siswa sendiri.

Kelemahan

 Kelemahan mengembangkan power of character. Sistem pendidikan nasional belum mampu mengembangkan karakter dan moral anak didik. Hal ini tampak pada munculnya fenomena sosial seperti egoism pribadi/kelompok, lemahnya solidaritas, konflik sosial, korupsi,kurang bertanggung jawab, krisis identitas, dan tidak percaya diri.  Kelemahan mengembangkan power of leadership. Konsep leadership cenderung direduksi sebatas kepandaian menjadi pemimpin.  Kelemahan mengembangkan power of citizenship. Sistem pendidikan belum mampu menanamkan penghayatan, motivasi, dan komitmen untuk memberdayakan heterogenitas sosial dan budaya bangsa sebagai kekuatan dalam percaturan antar bangsa.  Kelemahan mengembangkan power of thinking. Praktek pendidikan kita tidak banyak memberikan latihan berpikir.  Kelemahan mengembangkan power of skills. Ada kesan kuat bahwa sistem pendidikan dirancang untuk menghasilkan lulusan yang tidak siap kerja. Dalam konteks ini, kita masih menghadapi masalah lemahnya penguasaan keterampilan dan relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja nyata. Sistem pendidikan nasional juga tidak memiliki konsep dalam mengembangkan kecakapan entrepreneurship. -Kelemahan mengembangkan power of engineering. Pendidikan kita belum mampu mendorong tumbuhnya kekuatan riset, inovasi dan rekayasa teknologi untuk membangun keunggulan kompetitif.

Aplikasi

Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, maka guru diharapkan memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Menurut Zamroni (2006), guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person). Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI adalah seorang saintis yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai ilmuwan, guru tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia. Menurut Rustaman (2006) profesi guru adalah profesi “saintis plus” yang harus menguasai IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator dan fasilitator proses belajar, guru adalah seorang komunikator ulung karena ia harus mampu memberi jiwa terhadap informasi yang diberikan oleh saran komunikasi yang super canggih.

Referensi

Aristohadi. 2008. Konsepsi Pendidikan Terbuka/Jarak jauh http://saina-kurtekdik.blogspot.com. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Jarak Jauh. 06 Mei 2010, 22:00 WIB Alim Bahri. Pembelajaran online Via Internet or Intranet. 06-05-2010 jam 22:00 WIB

Contributors

Admin, Kiki Amalia, Nofia